Apakah Arti Hidupmu
Disadur dari , edisi 16 Agustus 2018
Baca: Yakobus 4:13-17
"...kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama menyerupai uap yang sebentar saja kelihatan kemudian lenyap." Yakobus 4:14
Setiap orang memaknai arti hidup ini dengan pandangan dan fatwa yang berbeda-beda. Ada orang yang menganggap bahwa hidup yang sedang dijalani ini yakni sebuah takdir Ilahi, lantaran itu kita harus menerimanya dengan lapang dada. Ada pula orang yang mendefinisikan hidup ini sebagai panggung sandiwara, lantaran itu tak perlu terkejut jikalau kita melihat banyak orang hidup dalam kepura-puraan, oleh lantaran itu kita harus pintar-pintar dalam memainkan setiap peran. Tidak sedikit pula orang yang mengartikan bahwa hidup yakni kesempatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Akhirnya mereka berjuang mati-matian bagaimana mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya, tak peduli cara yang ditempuhnya itu baik atau tidak, melanggar aturan atau tidak. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang sanggup diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).
Bagaimana kita mendefinisikan hidup ini akan menghipnotis langkah kita, menghipnotis cara berpikir kita, memilih prioritas kita dan pilihan yang kita ambil. Sadar atau tidak, bahwasanya hidup ini yakni sebuah ujian. Ujian huruf kita, ujian kepercayaan kita dan ujian kadar kasih kita kepada Tuhan. Ujian-ujian tersebut sanggup berupa masalah, kelimpahan atau juga kekurangan. Makara sekecil apa pun kasus yang sedang kita hadapi tak ada yang namanya kebetulan, semua yakni bab dari sebuah proses ujian: saat duduk kasus tiba melanda, apakah kita tetap mempunyai respons hati yang benar, ataukah kita meresponsnya dengan perilaku hati yang negatif dengan menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain dan menyalahkan Tuhan.
Ketika ujian itu berupa kelimpahan, masihkan kita sadar bahwa semua itu datangnya dari Tuhan ataukah malah menciptakan kita lupa diri. Sebaliknya saat ujian itu berupa kekurangan? Agur bin Yake menulis: "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah saya menikmati masakan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau saya kenyang, saya tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau saya miskin, saya mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8-9).
Hidup yakni sebuah proses yang menuntun kita kepada kehendak Tuhan!
Baca: Yakobus 4:13-17
"...kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama menyerupai uap yang sebentar saja kelihatan kemudian lenyap." Yakobus 4:14
Setiap orang memaknai arti hidup ini dengan pandangan dan fatwa yang berbeda-beda. Ada orang yang menganggap bahwa hidup yang sedang dijalani ini yakni sebuah takdir Ilahi, lantaran itu kita harus menerimanya dengan lapang dada. Ada pula orang yang mendefinisikan hidup ini sebagai panggung sandiwara, lantaran itu tak perlu terkejut jikalau kita melihat banyak orang hidup dalam kepura-puraan, oleh lantaran itu kita harus pintar-pintar dalam memainkan setiap peran. Tidak sedikit pula orang yang mengartikan bahwa hidup yakni kesempatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Akhirnya mereka berjuang mati-matian bagaimana mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya, tak peduli cara yang ditempuhnya itu baik atau tidak, melanggar aturan atau tidak. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang sanggup diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).
Bagaimana kita mendefinisikan hidup ini akan menghipnotis langkah kita, menghipnotis cara berpikir kita, memilih prioritas kita dan pilihan yang kita ambil. Sadar atau tidak, bahwasanya hidup ini yakni sebuah ujian. Ujian huruf kita, ujian kepercayaan kita dan ujian kadar kasih kita kepada Tuhan. Ujian-ujian tersebut sanggup berupa masalah, kelimpahan atau juga kekurangan. Makara sekecil apa pun kasus yang sedang kita hadapi tak ada yang namanya kebetulan, semua yakni bab dari sebuah proses ujian: saat duduk kasus tiba melanda, apakah kita tetap mempunyai respons hati yang benar, ataukah kita meresponsnya dengan perilaku hati yang negatif dengan menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain dan menyalahkan Tuhan.
Ketika ujian itu berupa kelimpahan, masihkan kita sadar bahwa semua itu datangnya dari Tuhan ataukah malah menciptakan kita lupa diri. Sebaliknya saat ujian itu berupa kekurangan? Agur bin Yake menulis: "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah saya menikmati masakan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau saya kenyang, saya tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau saya miskin, saya mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8-9).
Hidup yakni sebuah proses yang menuntun kita kepada kehendak Tuhan!