Murid Yang Kuasa Yesus Tidak Berpuasa
Disadur dari , edisi 3 Juni 2017
Baca: Matius 9:14-17
"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Matius 9:14
Dalam kalangan orang-orang Yahudi ada 3 praktik keagamaan yang dianggap sangat penting: bersedekah, berdoa dan berpuasa. Karena itulah Tuhan Yesus menimbulkan hal itu sebagai pokok pembahasan dalam khotbah-Nya yang pertama di atas bukit (baca Matius 6:1-18). Namun begitu melihat murid-murid-Nya tidak berpuasa, murid-murid Yohanes mempertanyakan hal itu. Jawaban Tuhan Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai pria berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan tiba mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (ayat 15). Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai mempelai pria dan umat-Nya yakni sebagai mempelai wanita.
Layakkah mempelai perempuan bermuram durja ketika pesta perkawinan berlangsung? Kita tahu bahwa dalam sebuah pesta kedua mempelai harus membuka pintu rumahnya untuk para tamu. Suasana sukacita niscaya terlihat dalam pesta itu, di mana semua orang menikmati sajian yang disajikan. Tidak ada seorang pun yang menghadiri pesta dengan sedih hati dan tidak menyantap sajian yang disajikan. Tuhan Yesus juga menjelaskan dengan suatu kiasan: "Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, alasannya yakni jikalau demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, kemudian makin besarlah koyaknya." (ayat 16). Kain yang belum disusutkan niscaya akan merobek kain yang lama, bila ditambalkan. Karena itu setiap kain penambal harus disusutkan atau dicuci terlebih dahulu. Puasa yakni proses penyusutan untuk merendahkan diri, bukan ajang untuk pamer kerohanian.
Dalam fatwa Yudaisme puasa yakni ketika untuk meratap atau berdukacita, oleh kesudahannya orang yang berpuasa akan cenderung menunjukkan raut muka yang muram, supaya khalayak ramai tahu bahwa ia sedang berpuasa. Pada masa itu makna puasa sudah mengalami pergeseran alasannya yakni banyak orang menimbulkan puasa hanya sebagai suatu kebiasaan, atau ajang untuk menunjukkan bahwa dirinya yakni seorang yang 'rohani'. Melalui nas ini Tuhan Yesus mengajarkan biar berpuasa dengan wajah yang cerah, hati yang bersukacita dan tidak perlu diketahui orang lain.
Puasa yang disertai dengan pertobatan yakni puasa yang dikehendaki Tuhan!
Baca: Matius 9:14-17
"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Matius 9:14
Dalam kalangan orang-orang Yahudi ada 3 praktik keagamaan yang dianggap sangat penting: bersedekah, berdoa dan berpuasa. Karena itulah Tuhan Yesus menimbulkan hal itu sebagai pokok pembahasan dalam khotbah-Nya yang pertama di atas bukit (baca Matius 6:1-18). Namun begitu melihat murid-murid-Nya tidak berpuasa, murid-murid Yohanes mempertanyakan hal itu. Jawaban Tuhan Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai pria berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan tiba mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (ayat 15). Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai mempelai pria dan umat-Nya yakni sebagai mempelai wanita.
Layakkah mempelai perempuan bermuram durja ketika pesta perkawinan berlangsung? Kita tahu bahwa dalam sebuah pesta kedua mempelai harus membuka pintu rumahnya untuk para tamu. Suasana sukacita niscaya terlihat dalam pesta itu, di mana semua orang menikmati sajian yang disajikan. Tidak ada seorang pun yang menghadiri pesta dengan sedih hati dan tidak menyantap sajian yang disajikan. Tuhan Yesus juga menjelaskan dengan suatu kiasan: "Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, alasannya yakni jikalau demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, kemudian makin besarlah koyaknya." (ayat 16). Kain yang belum disusutkan niscaya akan merobek kain yang lama, bila ditambalkan. Karena itu setiap kain penambal harus disusutkan atau dicuci terlebih dahulu. Puasa yakni proses penyusutan untuk merendahkan diri, bukan ajang untuk pamer kerohanian.
Dalam fatwa Yudaisme puasa yakni ketika untuk meratap atau berdukacita, oleh kesudahannya orang yang berpuasa akan cenderung menunjukkan raut muka yang muram, supaya khalayak ramai tahu bahwa ia sedang berpuasa. Pada masa itu makna puasa sudah mengalami pergeseran alasannya yakni banyak orang menimbulkan puasa hanya sebagai suatu kebiasaan, atau ajang untuk menunjukkan bahwa dirinya yakni seorang yang 'rohani'. Melalui nas ini Tuhan Yesus mengajarkan biar berpuasa dengan wajah yang cerah, hati yang bersukacita dan tidak perlu diketahui orang lain.
Puasa yang disertai dengan pertobatan yakni puasa yang dikehendaki Tuhan!