Menyerah Atau Terus Memberontak
Disadur dari , edisi 10 September 2018
Baca: Yeremia 6:1-26
"Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu menerima ketenangan. Tetapi mereka berkata: Kami tidak mau menempuhnya!" Yeremia 6:16
Sejak dahulu, jalan dan kehendak insan selalu berlawanan dengan jalan dan kehendak Tuhan. Manusia lebih menentukan untuk mengikuti jalan dan kehendaknya sendiri daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan dan mengikuti jalan-Nya.
Tuhan mengutus Yeremia untuk memperingatkan dan menegur bangsa Israel untuk segera bertobat dari pemberontakannya. Respons umat Israel apa? Mereka tetap saja mengeraskan hati dan tak mau menempuh jalan yang Tuhan tunjukkan. "Kami tidak mau menempuhnya!" (Yeremia 6:16b). Itulah manusia! Seharusnya insan membuka hatinya untuk setiap peringatan dan teguran Tuhan, lantaran peringatan dan teguran Tuhan menuntun insan kepada kehidupan, ibarat tertulis: "Orang yang mengarahkan indera pendengaran kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri," (Amsal 15:31-32). Tetapi, insan menolak perdamaian yang diberikan Tuhan dan dengan congkaknya mereka mau berjalan berdasarkan kehendaknya sendiri. Rasul Paulus memaparkan dengan terperinci kekerasan hati insan terhadap Penciptanya. "...jalan tenang tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." (Roma 3:17-18) dan "...karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melaksanakan apa yang tidak pantas:" (Roma 1:28).
Manusia telah menentukan jalan permusuhan dengan Tuhan, dan bahkan mereka membenci Tuhan. "Mereka yakni pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, cerdik dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua," (Roma 1:30). Dalam anutan kita, pastilah Tuhan akan menumpas setiap orang yang terus saja memberontak kepada-Nya. Namun, lantaran kasih-Nya yang tak terbatas, Tuhan tetap mau menyambut insan yang mau tiba kepada-Nya dengan tangan yang terbuka. Tuhan sabar terhadap manusia, lantaran Ia tidak menghendaki kita binasa! (2 Petrus 3:9).
Kesempatan telah diberikan Bapa kepada manusia, tapi keputusan tetap ada pada diri kita: mengalah atau tetap memberontak?
Baca: Yeremia 6:1-26
"Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu menerima ketenangan. Tetapi mereka berkata: Kami tidak mau menempuhnya!" Yeremia 6:16
Sejak dahulu, jalan dan kehendak insan selalu berlawanan dengan jalan dan kehendak Tuhan. Manusia lebih menentukan untuk mengikuti jalan dan kehendaknya sendiri daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan dan mengikuti jalan-Nya.
Tuhan mengutus Yeremia untuk memperingatkan dan menegur bangsa Israel untuk segera bertobat dari pemberontakannya. Respons umat Israel apa? Mereka tetap saja mengeraskan hati dan tak mau menempuh jalan yang Tuhan tunjukkan. "Kami tidak mau menempuhnya!" (Yeremia 6:16b). Itulah manusia! Seharusnya insan membuka hatinya untuk setiap peringatan dan teguran Tuhan, lantaran peringatan dan teguran Tuhan menuntun insan kepada kehidupan, ibarat tertulis: "Orang yang mengarahkan indera pendengaran kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri," (Amsal 15:31-32). Tetapi, insan menolak perdamaian yang diberikan Tuhan dan dengan congkaknya mereka mau berjalan berdasarkan kehendaknya sendiri. Rasul Paulus memaparkan dengan terperinci kekerasan hati insan terhadap Penciptanya. "...jalan tenang tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." (Roma 3:17-18) dan "...karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melaksanakan apa yang tidak pantas:" (Roma 1:28).
Manusia telah menentukan jalan permusuhan dengan Tuhan, dan bahkan mereka membenci Tuhan. "Mereka yakni pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, cerdik dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua," (Roma 1:30). Dalam anutan kita, pastilah Tuhan akan menumpas setiap orang yang terus saja memberontak kepada-Nya. Namun, lantaran kasih-Nya yang tak terbatas, Tuhan tetap mau menyambut insan yang mau tiba kepada-Nya dengan tangan yang terbuka. Tuhan sabar terhadap manusia, lantaran Ia tidak menghendaki kita binasa! (2 Petrus 3:9).
Kesempatan telah diberikan Bapa kepada manusia, tapi keputusan tetap ada pada diri kita: mengalah atau tetap memberontak?