Sulitnya Menemukan Orang Jujur
Disadur dari , edisi 12 Agustus 2019
Baca: Mikha 7:1-6
"Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia." Mikha 7:2a
Kalau kita mau berterus terang, di zaman menyerupai kini ini sulit rasanya mendapati orang yang benar-benar jujur. Kata 'jujur' sanggup didefinisikan: 1. Hati yang lurus, tidak berbohong, berkata apa adanya. 2. Tidak curang. 3. Tulus ikhlas, tidak munafik atau bermuka dua. Kejujuran itu lahir dari hati yang bersih, dan kemudian terefleksi melalui perkataan dan perbuatannya. Mengapa kejujuran sulit ditemukan? Karena kebanyakan orang lebih mementingkan diri sendiri demi memperkaya diri sendiri, dan jadinya orang akan menghalalkan segala cara, berkata bohong, menipu, mencuri atau sebagainya.
Mikha, utusan Tuhan, menyatakan dalam tulisannya wacana kemerosotan sopan santun umat Israel. "Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim sanggup disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!" (Mikha 7:2b-3). Apa yang ditulis oleh Mikha ini tak jauh berbeda dengan keadaan insan di masa kini ini. Apa pun situasi dan keadaannya, orang percaya dituntut untuk menawarkan kualitas hidup yang tidak terbawa oleh arus dunia ini. Orang percaya dituntut untuk menjadi orang yang jujur di segala bidang kehidupan, lantaran tanpa kejujuran tak mungkin kita akan mengalami kebahagiaan hidup. Contoh: bila dalam suatu keluarga, suami sudah tidak lagi berlaku jujur terhadap isteri atau sebaliknya, sanggup dipastikan bahwa hubungan antar anggota keluarga akan dipenuhi dengan kecurigaan lantaran ada kepura-puraan atau ada sesuatu yang disembunyikan, dan tidak ada lagi kesatuan hati. Dampaknya? Tidak ada sukacita dan tenang sejahtera.
Orang boleh saja menyampaikan bahwa dirinya yakni orang yang jujur, tapi bila terhadap insan yang kelihatan saja ia tidak sanggup jujur, tidak mungkin kalau beliau sanggup jujur terhadap Tuhan yang tidak sanggup dilihatnya. Salomo menasihati, "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Karena orang jujurlah akan mendiami tanah, dan orang yang tak bercelalah yang akan tetap tinggal di situ," (Amsal 2:20-21).
Jalan orang jujur yakni menjauhi segala jenis kejahatan (Amsal 16:17).
Baca: Mikha 7:1-6
"Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia." Mikha 7:2a
Kalau kita mau berterus terang, di zaman menyerupai kini ini sulit rasanya mendapati orang yang benar-benar jujur. Kata 'jujur' sanggup didefinisikan: 1. Hati yang lurus, tidak berbohong, berkata apa adanya. 2. Tidak curang. 3. Tulus ikhlas, tidak munafik atau bermuka dua. Kejujuran itu lahir dari hati yang bersih, dan kemudian terefleksi melalui perkataan dan perbuatannya. Mengapa kejujuran sulit ditemukan? Karena kebanyakan orang lebih mementingkan diri sendiri demi memperkaya diri sendiri, dan jadinya orang akan menghalalkan segala cara, berkata bohong, menipu, mencuri atau sebagainya.
Mikha, utusan Tuhan, menyatakan dalam tulisannya wacana kemerosotan sopan santun umat Israel. "Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim sanggup disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!" (Mikha 7:2b-3). Apa yang ditulis oleh Mikha ini tak jauh berbeda dengan keadaan insan di masa kini ini. Apa pun situasi dan keadaannya, orang percaya dituntut untuk menawarkan kualitas hidup yang tidak terbawa oleh arus dunia ini. Orang percaya dituntut untuk menjadi orang yang jujur di segala bidang kehidupan, lantaran tanpa kejujuran tak mungkin kita akan mengalami kebahagiaan hidup. Contoh: bila dalam suatu keluarga, suami sudah tidak lagi berlaku jujur terhadap isteri atau sebaliknya, sanggup dipastikan bahwa hubungan antar anggota keluarga akan dipenuhi dengan kecurigaan lantaran ada kepura-puraan atau ada sesuatu yang disembunyikan, dan tidak ada lagi kesatuan hati. Dampaknya? Tidak ada sukacita dan tenang sejahtera.
Orang boleh saja menyampaikan bahwa dirinya yakni orang yang jujur, tapi bila terhadap insan yang kelihatan saja ia tidak sanggup jujur, tidak mungkin kalau beliau sanggup jujur terhadap Tuhan yang tidak sanggup dilihatnya. Salomo menasihati, "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Karena orang jujurlah akan mendiami tanah, dan orang yang tak bercelalah yang akan tetap tinggal di situ," (Amsal 2:20-21).
Jalan orang jujur yakni menjauhi segala jenis kejahatan (Amsal 16:17).