Apakah Hati Kita Tanah Yang Baik?
Disadur dari , edisi 16 Oktober 2017
Baca: Lukas 8:4-15
"Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang sesudah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan." Lukas 8:15
Amsal 27:19: "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati insan mencerminkan insan itu." Itulah sebabnya kita harus menjaga kondisi hati kita dengan segala kewaspadaan, lantaran dari situlah terpancar kehidupan (baca Amsal 4:23), dan dari hati timbul segala pikiran jahat (baca Matius 15:19). Ini mengatakan bahwa kondisi hati mempunyai peranan penting dalam perjalanan hidup kita. Apa yang terjadi dengan hidup ini sangat bergantung pada apa yang ada di hati, dan citra hidup yang kini sedang kita kita jalani yaitu juga cerminan hati kita. Kalau hati kita bersih, jalan hidup kita juga akan bersih; bila hati kita penuh sukacita maka kita akan mengerjakan segala sesuatu juga dengan sukacita. Tetapi apabila hati kita pahit, jalan yang kita tempuh pun akan diwarnai dengan kepahitan.
Bibel sering menggambarkan hati insan sebagai tanah: ada yang berbatu-batu, tanah di pinggiran jalan yang keras, tanah yang penuh semak duri, tetapi ada juga tanah yang subur, tanah di mana benih firman Tuhan sanggup bertumbuh dan akan berbuah lebat. Meskipun sama-sama mendengar firman Tuhan, dampaknya terhadap masing-masing orang berbeda, sangat bergantung pada kondisi 'tanah' hati mereka. Jika mereka mendengar firman, tetapi hati keras dan berbatu, firman Tuhan tidak akan berarti apa-apa dalam hidup mereka.
Hati dikategorikan sebagai tanah yang baik apabila beliau dalam keadaan bersih: tidak ada kebencian, sakit hati, kepahitan, kecewa, dendam, atau ambisi-ambisi duniawi. Sekalipun kita rajin tiba ke ibadah dan mendengarkan khotbah berkali-kali, tetapi bila hati kita belum beres dari hal-hal tersebut (benci, sakit hati, pahit, kecewa, dendam, ambisi dan lain-lain), maka firman Tuhan itu tidak akan berdampak dalam hidup kita. "Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya?" (Amsal 24:12). Tanah hati menyerupai ini harus dibajak, dicangkul, dibersihkan dan diratakan. Daud berdoa: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah saya dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23).
Benih firman yang tertanam di tanah hati yang baik niscaya tumbuh dan berbuah lebat!
Baca: Lukas 8:4-15
"Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang sesudah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan." Lukas 8:15
Amsal 27:19: "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati insan mencerminkan insan itu." Itulah sebabnya kita harus menjaga kondisi hati kita dengan segala kewaspadaan, lantaran dari situlah terpancar kehidupan (baca Amsal 4:23), dan dari hati timbul segala pikiran jahat (baca Matius 15:19). Ini mengatakan bahwa kondisi hati mempunyai peranan penting dalam perjalanan hidup kita. Apa yang terjadi dengan hidup ini sangat bergantung pada apa yang ada di hati, dan citra hidup yang kini sedang kita kita jalani yaitu juga cerminan hati kita. Kalau hati kita bersih, jalan hidup kita juga akan bersih; bila hati kita penuh sukacita maka kita akan mengerjakan segala sesuatu juga dengan sukacita. Tetapi apabila hati kita pahit, jalan yang kita tempuh pun akan diwarnai dengan kepahitan.
Bibel sering menggambarkan hati insan sebagai tanah: ada yang berbatu-batu, tanah di pinggiran jalan yang keras, tanah yang penuh semak duri, tetapi ada juga tanah yang subur, tanah di mana benih firman Tuhan sanggup bertumbuh dan akan berbuah lebat. Meskipun sama-sama mendengar firman Tuhan, dampaknya terhadap masing-masing orang berbeda, sangat bergantung pada kondisi 'tanah' hati mereka. Jika mereka mendengar firman, tetapi hati keras dan berbatu, firman Tuhan tidak akan berarti apa-apa dalam hidup mereka.
Hati dikategorikan sebagai tanah yang baik apabila beliau dalam keadaan bersih: tidak ada kebencian, sakit hati, kepahitan, kecewa, dendam, atau ambisi-ambisi duniawi. Sekalipun kita rajin tiba ke ibadah dan mendengarkan khotbah berkali-kali, tetapi bila hati kita belum beres dari hal-hal tersebut (benci, sakit hati, pahit, kecewa, dendam, ambisi dan lain-lain), maka firman Tuhan itu tidak akan berdampak dalam hidup kita. "Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya?" (Amsal 24:12). Tanah hati menyerupai ini harus dibajak, dicangkul, dibersihkan dan diratakan. Daud berdoa: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah saya dan kenallah pikiran-pikiranku;" (Mazmur 139:23).
Benih firman yang tertanam di tanah hati yang baik niscaya tumbuh dan berbuah lebat!