Perhatikan Orang Miskin, Bukan Menindas (1)

Disadur dari , edisi 20 November 2015

Baca:  Ulangan 15:1-11

"Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya saya memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu."  Ulangan 15:11

Siapa itu orang miskin?  Secara umum orang miskin berarti tidak berharta, serba kekurangan dan berpenghasilan sangat rendah.  Hampir di setiap negara niscaya ada penduduk miskin atau berekonomi lemah, tak terkecuali di Indonesia.  Menurut data dari Badan Pusat Statistik  (BPS)  jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga dengan periode September 2014 telah mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia.  Sungguh informasi menyedihkan!  Di satu sisi aneka macam petinggi negara bergelimang harta di bawah garis kemiskinan.  Akibatnya terjadi kesenjangan sosial yang sangat mencolok, di mana jurang pemisah antara si kaya dan si miskin pun semakin dalam.

     Jika kita melihat orang lain yang hidupnya dalam kekurangan, menderita dan miskin, apa yang kita perbuat?  Banyak orang yang berkecukupan bahan bersikap hirau taacuh dan masa bodoh, bahkan sering kita jumpai orang kaya bukannya menolong dan membantu orang miskin tetapi malah menindas dan bersikap semena-mena.  Perhatikan!  Salah satu faktor yang menghalangi doa-doa kita dijawab Tuhan ialah kita menutup mata dan pendengaran terhadap jeritan orang-orang miskin.  Jangan pernah menyalahkan Tuhan apabila ketika kita sendiri dalam kesesakan bersertu kepada Tuhan Ia tidak menjawab dan mengabaikan.  Sebaliknya,  "Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan ia pada waktu celaka."  (Mazmur 41:2).  Tuhan menghendaki kita punya kepedulian terhadap mereka yang miskin, sebab  "Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki."  (Amsal 28:27).

     Sesungguhnya bermurah hati kepada orang miskin sama artinya  "...berbuat baik kepada diri sendiri,"  (Amsal 11:17), asalkan hal itu dilakukan dengan hati yang tulus, sukacita, penuh kasih dan motivasi benar, bukan lantaran terpaksa, lantaran desakan dari pihak lain, apalagi disertai motivasi terselubung mencari kebanggaan dan hormat manusia.  (Bersambung)