Mengasihi Yang Kuasa Lebih Dari Segala
Disadur dari , edisi 29 November 2018
Baca: Kejadian 22:1-19
"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah ia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." Kejadian 22:2
Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Sebutan ini tidak serta merta disematkan pada Abraham tanpa melalui proses. Kualitas keyakinan percaya Abraham kepada Tuhan harus melewati ujian demi ujian. Salah satu ujian terberat yaitu saat Tuhan memintanya mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Ishak yaitu anak yang sangat dinanti-nantikan Abraham dan Sara dalam kurun waktu yang cukup lama. Saat itulah Abraham dihadapkan pada pilihan yang tak mudah: taat kepada Tuhan dengan mempersembahkan anak semata wayangnya, atau mempertahankan anak demi egonya sendiri.
Abraham lulus dari ujian terhadap imannya tersebut, di mana ia menentukan untuk taat kepada kehendak Tuhan dengan mempersembahkan Ishak, bukti bahwa ia menyayangi Tuhan lebih dari segala-galanya, bukti bahwa ia menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya. Berkatalah malaikat Tuhan kepada Abraham, "...sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." (Kejadian 22:12).
Hidup kekristenan yaitu hidup yang tak luput dari proses ujian. Tak selamanya bahtera hidup kita berlayar di lautan yang tenang, tapi adakalanya bahtera itu harus melewati ganasnya ombak, gelombang, juga terpaan angin kencang yang sanggup menenggelamkan bahtera kita. Juga terkadang kita harus melewati hari-hari serasa di padang gurun. Saat itulah keyakinan kita sedang diuji. Bersungut-sungut, mengeluh, mengomelkah kita menyerupai yang biasa dilakukan bangsa Israel, ataukah kita tetap memantapkan keyakinan dan menentukan tetap menyayangi Tuhan lebih dari apa pun? Proses ujian yang dialami bangsa Israel di padang gurun membawanya kepada pengalaman hidup yang luar biasa, alasannya yaitu di sanalah mujizat dan pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang dahsyat dinyatakan. Tanpa ujian, keyakinan seseorang takkan mengalami pertumbuhan. Ujian terhadap keyakinan akan menandakan diri kita yang sesungguhnya di hadapan Tuhan.
Tuhan menggunakan setiap proses demi proses untuk mengetahui kadar kasih kita kepada-Nya.
Baca: Kejadian 22:1-19
"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah ia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." Kejadian 22:2
Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Sebutan ini tidak serta merta disematkan pada Abraham tanpa melalui proses. Kualitas keyakinan percaya Abraham kepada Tuhan harus melewati ujian demi ujian. Salah satu ujian terberat yaitu saat Tuhan memintanya mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Ishak yaitu anak yang sangat dinanti-nantikan Abraham dan Sara dalam kurun waktu yang cukup lama. Saat itulah Abraham dihadapkan pada pilihan yang tak mudah: taat kepada Tuhan dengan mempersembahkan anak semata wayangnya, atau mempertahankan anak demi egonya sendiri.
Abraham lulus dari ujian terhadap imannya tersebut, di mana ia menentukan untuk taat kepada kehendak Tuhan dengan mempersembahkan Ishak, bukti bahwa ia menyayangi Tuhan lebih dari segala-galanya, bukti bahwa ia menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya. Berkatalah malaikat Tuhan kepada Abraham, "...sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." (Kejadian 22:12).
Hidup kekristenan yaitu hidup yang tak luput dari proses ujian. Tak selamanya bahtera hidup kita berlayar di lautan yang tenang, tapi adakalanya bahtera itu harus melewati ganasnya ombak, gelombang, juga terpaan angin kencang yang sanggup menenggelamkan bahtera kita. Juga terkadang kita harus melewati hari-hari serasa di padang gurun. Saat itulah keyakinan kita sedang diuji. Bersungut-sungut, mengeluh, mengomelkah kita menyerupai yang biasa dilakukan bangsa Israel, ataukah kita tetap memantapkan keyakinan dan menentukan tetap menyayangi Tuhan lebih dari apa pun? Proses ujian yang dialami bangsa Israel di padang gurun membawanya kepada pengalaman hidup yang luar biasa, alasannya yaitu di sanalah mujizat dan pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang dahsyat dinyatakan. Tanpa ujian, keyakinan seseorang takkan mengalami pertumbuhan. Ujian terhadap keyakinan akan menandakan diri kita yang sesungguhnya di hadapan Tuhan.
Tuhan menggunakan setiap proses demi proses untuk mengetahui kadar kasih kita kepada-Nya.