Hati Yang Berlimpah Ucapan Syukur (1)
Disadur dari , edisi 20 Januari 2017
Baca: Mazmur 50:1-23
"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!" Mazmur 50:14
Kapan Saudara mempersembahkan syukur kepada Tuhan? Banyak orang Nasrani bersyukur kepada Tuhan hanya pada saat-saat tertentu yaitu ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, mendapatkan berkat, kesembuhan, atau mengalami mujizat dari Tuhan. Sikap mereka eksklusif berubah begitu menghadapi masalah, kesesakan, sakit-penyakit... jangankan mengucap syukur, berdoa saja sudah malas melakukannya.
Ucapan syukur yaitu sebuah kata benda abstrak, yang secara garis besar mempunyai makna: grateful (berterima kasih kepada Tuhan), pleasing (menyenangkan Tuhan), atau mindful of benefits (sadar akan kebaikan, hadiah atau pertolongan). Inilah perilaku hati yang harus dikembangkan dalam hidup orang percaya. Bibel memperingatkan: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15). 'Korban' adalah sesuatu yang dipersembahkan, kehilangan, merugi dan sakit secara daging. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan materi makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun saya akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18). Sesungguhnya situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali untuk mengucap syukur, tetapi Habakuk tidak dikalahkan oleh keadaan yang ada, ia tetap sanggup mengucap syukur. Inilah yang disebut korban syukur!
Umumnya ketika dalam problem atau kesesakan tidak ada korban syukur yang kita persembahkan kepada Tuhan, yang ada hanyalah sungut-sungut dan omelan menyerupai yang biasa dilakukan oleh umat Israel di padang gurun. Karena itulah sebagian besar umat Israel mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam hidup kita, bahkan sehelai rambut pun jatuh yaitu seijin Tuhan (baca Lukas 12:7).
Bila memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), seharusnya bibir kita tak pernah berhenti bersyukur!
Baca: Mazmur 50:1-23
"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!" Mazmur 50:14
Kapan Saudara mempersembahkan syukur kepada Tuhan? Banyak orang Nasrani bersyukur kepada Tuhan hanya pada saat-saat tertentu yaitu ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, mendapatkan berkat, kesembuhan, atau mengalami mujizat dari Tuhan. Sikap mereka eksklusif berubah begitu menghadapi masalah, kesesakan, sakit-penyakit... jangankan mengucap syukur, berdoa saja sudah malas melakukannya.
Ucapan syukur yaitu sebuah kata benda abstrak, yang secara garis besar mempunyai makna: grateful (berterima kasih kepada Tuhan), pleasing (menyenangkan Tuhan), atau mindful of benefits (sadar akan kebaikan, hadiah atau pertolongan). Inilah perilaku hati yang harus dikembangkan dalam hidup orang percaya. Bibel memperingatkan: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15). 'Korban' adalah sesuatu yang dipersembahkan, kehilangan, merugi dan sakit secara daging. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan materi makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun saya akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18). Sesungguhnya situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali untuk mengucap syukur, tetapi Habakuk tidak dikalahkan oleh keadaan yang ada, ia tetap sanggup mengucap syukur. Inilah yang disebut korban syukur!
Umumnya ketika dalam problem atau kesesakan tidak ada korban syukur yang kita persembahkan kepada Tuhan, yang ada hanyalah sungut-sungut dan omelan menyerupai yang biasa dilakukan oleh umat Israel di padang gurun. Karena itulah sebagian besar umat Israel mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam hidup kita, bahkan sehelai rambut pun jatuh yaitu seijin Tuhan (baca Lukas 12:7).
Bila memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), seharusnya bibir kita tak pernah berhenti bersyukur!