Umat Pilihan: Dikasihi Dan Dihajar (1)
Disadur dari , edisi 8 Februari 2017
Baca: Amos 3:1-8
"...hai orang Israel, wacana segenap kaum yang telah Kutuntun keluar dari tanah Mesir," Amos 3:1
Amos bukanlah seorang nabi profesional, ia hanyalah seorang peternak domba dari Tekoa, 12 mil di sebelah selatan Yerusalem. Selain itu ia juga bekerja sebagai pemungut buah ara di hutan.
Di hadapan insan keberadaan Amos ini mungkin tidak dianggap atau disepelekan, tapi Tuhan memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya. "Tetapi apa yang kurang berakal bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28). Amos diutus Tuhan untuk kiprah yang tidak gampang yaitu menegur dan memperingatkan orang-orang yang berada di kerajaan Israel bab utara, supaya mereka mau berbalik kepada Tuhan dan hidup berdasarkan jalan-Nya. Melalui Amos Tuhan hendak mencelikkan 'mata rohani' mereka bahwa selama ini Tuhanlah yang memelihara hidup mereka: menuntun keluar dari perbudakan di Mesir, menyertai dan menyatakan mujizat-Nya selama di padang gurun -sehingga "Pakaianmu tidaklah menjadi jelek di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi infeksi selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4)- bisa menyeberangi maritim Teberau dengan cara-Nya yang ajaib, dan berperang ganti mereka melawan bangsa-bangsa lain sampai balasannya mereka mencapai tanah Perjanjian (Kanaan). Kesemuanya itu bukan alasannya ialah kuat, hebat dan gagah mereka, tetapi alasannya ialah proteksi dan anugerah Tuhan semata. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pengalaman hidup bangsa Israel ini hendaknya kian menyadarkan kita bahwa kita ini lemah dan penuh keterbatasan sehingga harus bergantung penuh kepada Tuhan. Ironisnya di satu sisi kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan Tuhan, namun di sisi lain seringkali kita tidak mau tunduk kepada pimpinan Tuhan, lebih menentukan untuk berjalan berdasarkan kehendak sendiri dan mengandalkan diri sendiri alasannya ialah kita merasa bahwa cara Tuhan memimpin kita tidak cocok dengan kemauan dan impian kita. (Bersambung)
Baca: Amos 3:1-8
"...hai orang Israel, wacana segenap kaum yang telah Kutuntun keluar dari tanah Mesir," Amos 3:1
Amos bukanlah seorang nabi profesional, ia hanyalah seorang peternak domba dari Tekoa, 12 mil di sebelah selatan Yerusalem. Selain itu ia juga bekerja sebagai pemungut buah ara di hutan.
Di hadapan insan keberadaan Amos ini mungkin tidak dianggap atau disepelekan, tapi Tuhan memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya. "Tetapi apa yang kurang berakal bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28). Amos diutus Tuhan untuk kiprah yang tidak gampang yaitu menegur dan memperingatkan orang-orang yang berada di kerajaan Israel bab utara, supaya mereka mau berbalik kepada Tuhan dan hidup berdasarkan jalan-Nya. Melalui Amos Tuhan hendak mencelikkan 'mata rohani' mereka bahwa selama ini Tuhanlah yang memelihara hidup mereka: menuntun keluar dari perbudakan di Mesir, menyertai dan menyatakan mujizat-Nya selama di padang gurun -sehingga "Pakaianmu tidaklah menjadi jelek di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi infeksi selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4)- bisa menyeberangi maritim Teberau dengan cara-Nya yang ajaib, dan berperang ganti mereka melawan bangsa-bangsa lain sampai balasannya mereka mencapai tanah Perjanjian (Kanaan). Kesemuanya itu bukan alasannya ialah kuat, hebat dan gagah mereka, tetapi alasannya ialah proteksi dan anugerah Tuhan semata. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pengalaman hidup bangsa Israel ini hendaknya kian menyadarkan kita bahwa kita ini lemah dan penuh keterbatasan sehingga harus bergantung penuh kepada Tuhan. Ironisnya di satu sisi kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan Tuhan, namun di sisi lain seringkali kita tidak mau tunduk kepada pimpinan Tuhan, lebih menentukan untuk berjalan berdasarkan kehendak sendiri dan mengandalkan diri sendiri alasannya ialah kita merasa bahwa cara Tuhan memimpin kita tidak cocok dengan kemauan dan impian kita. (Bersambung)