Semangat Tanpa Ketaatan Yakni Percuma
Disadur dari , edisi 23 Februari 2017
Baca: 2 Samuel 6:1-23
"Ketika mereka hingga ke daerah pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, kemudian memegangnya, alasannya lembu-lembu itu tergelincir." 2 Samuel 6:6
Dari pembacaan firman ini kita melihat betapa bersemangatnya bangsa Israel ketika membawa tabut Tuhan kembali ke Yerusalem. "Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang gres sehabis mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, bawah umur Abinadab, mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap." (ayat 3, 5). Tabut yaitu tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya dan menjadi sentra dari kehidupan bangsa Israel.
Karena terlalu bersemangat sampai-sampai mereka mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam hukum tersebut dijelaskan bahwa tak seorang pun diperbolehkan menyentuh tabut perjanjian, lambang kehadiran Tuhan itu. "...janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati." (Bilangan 4:15). Namun Uza telah melanggar ketetapan Tuhan itu, yaitu "...mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu," (ayat nas). Karena keteledorannya ini Uza harus menuai akibatnya, "...ia mati di sana bersahabat tabut Allah itu." (2 Samuel 6:7). Ternyata, bermodalkan semangat saja dalam melayani Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai pengenalan yang benar akan Tuhan dan taat melaksanakan kehendak-Nya. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Dalam evaluasi Tuhan ketaatan itu jauh lebih berharga daripada sekedar semangat dalam melayani, bahkan jauh bernilai dibandingkan dengan korban persembahan kita.
Mungkin kita cakap berkhotbah, menjadi worship leader hebat, atau mempunyai jam terbang pelayanan mumpuni, tapi jikalau kita tidak menjadi pelaku firman, maka apa yang kita lakukan tak lebih seremonial belaka. Memang kita hidup di bawah kasih karunia, namun setiap pelanggaran atau ketidaktaatan tetaplah mempunyai konsekuensi.
Mempersembahkan badan sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (taat) yaitu tanda kita menghargai hadirat Tuhan!
Baca: 2 Samuel 6:1-23
"Ketika mereka hingga ke daerah pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, kemudian memegangnya, alasannya lembu-lembu itu tergelincir." 2 Samuel 6:6
Dari pembacaan firman ini kita melihat betapa bersemangatnya bangsa Israel ketika membawa tabut Tuhan kembali ke Yerusalem. "Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang gres sehabis mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, bawah umur Abinadab, mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap." (ayat 3, 5). Tabut yaitu tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya dan menjadi sentra dari kehidupan bangsa Israel.
Karena terlalu bersemangat sampai-sampai mereka mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam hukum tersebut dijelaskan bahwa tak seorang pun diperbolehkan menyentuh tabut perjanjian, lambang kehadiran Tuhan itu. "...janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati." (Bilangan 4:15). Namun Uza telah melanggar ketetapan Tuhan itu, yaitu "...mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu," (ayat nas). Karena keteledorannya ini Uza harus menuai akibatnya, "...ia mati di sana bersahabat tabut Allah itu." (2 Samuel 6:7). Ternyata, bermodalkan semangat saja dalam melayani Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai pengenalan yang benar akan Tuhan dan taat melaksanakan kehendak-Nya. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Dalam evaluasi Tuhan ketaatan itu jauh lebih berharga daripada sekedar semangat dalam melayani, bahkan jauh bernilai dibandingkan dengan korban persembahan kita.
Mungkin kita cakap berkhotbah, menjadi worship leader hebat, atau mempunyai jam terbang pelayanan mumpuni, tapi jikalau kita tidak menjadi pelaku firman, maka apa yang kita lakukan tak lebih seremonial belaka. Memang kita hidup di bawah kasih karunia, namun setiap pelanggaran atau ketidaktaatan tetaplah mempunyai konsekuensi.
Mempersembahkan badan sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (taat) yaitu tanda kita menghargai hadirat Tuhan!