Orang Percaya: Bukanlah Produk Massal
Disadur dari , edisi 20 Februari 2017
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi belakang layar umum kalau insan menilai sesamanya menurut pada atribut yang menempel kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan keinginan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak mempunyai apa pun yang dapat dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), alasannya yakni merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana evaluasi Tuhan? Tuhan menilai insan tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau tambahan lain yang menempel pada diri manusia. "Bukan yang dilihat insan yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya menyerupai bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini menyayangi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap ketika menyerupai Bapa yang merindukan si bungsu, alasannya yakni Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun saya dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh alasannya yakni kejadianku dahsyat dan ajaib; aneh apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah langsung yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya yakni limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi belakang layar umum kalau insan menilai sesamanya menurut pada atribut yang menempel kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan keinginan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak mempunyai apa pun yang dapat dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), alasannya yakni merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana evaluasi Tuhan? Tuhan menilai insan tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau tambahan lain yang menempel pada diri manusia. "Bukan yang dilihat insan yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya menyerupai bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini menyayangi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap ketika menyerupai Bapa yang merindukan si bungsu, alasannya yakni Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun saya dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh alasannya yakni kejadianku dahsyat dan ajaib; aneh apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah langsung yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya yakni limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!