Memuaskan Cita-Cita Indera Pendengaran Saja
Disadur dari , edisi 13 Juli 2019
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Karena akan tiba waktunya, orang tidak sanggup lagi mendapatkan pemikiran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru berdasarkan kehendaknya untuk memuaskan impian telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." 2 Timotius 4:3-4
Tak sanggup dipungkiri bahwa banyak orang suka sekali mendengarkan hal-hal yang menyenangkan dan menghibur, suka sekali dengan hal-hal yang bersifat kebanggaan dan sanjungan; suka sekali mendengar kata-kata bagus dan lezat untuk didengar tanpa memperhatikan apakah yang didengarnya itu benar atau tidak.
Mereka lebih suka mendengarkan tema-tema khotbah yang hanya memuaskan telinganya. Khotbah wacana berkat, kekayaan, kelimpahan, atau kenyamanan, itulah yang dicari-cari. Sedikit orang yang mau mengarahkan telinganya untuk mendengarkan khotbah-khotbah 'keras' yang berisikan wacana teguran, undangan pertobatan, atau khotbah yang membongkar dosa. Sedikit orang yang mau ditegur, dinasihati dan dikoreksi kesalahannya. Itulah keadaan insan di zaman menyerupai kini ini! Yang dicari bukan lagi kebenaran, namun hal-hal yang memuaskan telinga. Ketika sedang mengalami persoalan yang berat orang lebih suka tiba kepada dukun, orang terpelajar atau peramal untuk meminta nasihat dan solusi untuk persoalan yang dialaminya, daripada tiba kepada hamba Tuhan. Kalau tiba kepada hamba Tuhan niscaya yang didengarnya ialah teguran dan diminta untuk bertobat. Ahab (raja Israel) tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh nabi Mikha lantaran menganggap bahwa nabi ini selalu menyampaikan hal-hal yang jelek dan negatif wacana dirinya: "...aku membenci dia, alasannya ialah tidak pernah ia menubuatkan yang baik wacana aku, melainkan malapetaka." (1 Raja-Raja 22:8b). Ahab tidak suka jikalau dirinya ditegur, dikoreksi, dibongkar dosanya, atau mendengar hal-hal jelek wacana tanggapan dosa. Karena itu ia rela bersusah-susah untuk mengumpulkan 400 nabi yang mau menawarkan nasihat dan nubuatan yang bagus dan sedap untuk didengarnya, padahal itu semua hanya sekedar untuk membuatnya senang.
Berbeda dengan Yosafat (raja Yehuda) yang lebih mengutamakan petunjuk dari Tuhan, sekalipun mungkin apa yang didengarnya ialah sebuah teguran keras.
Ucapan yang meninabobokan menciptakan orang menjadi terlena dan hancur!
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Karena akan tiba waktunya, orang tidak sanggup lagi mendapatkan pemikiran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru berdasarkan kehendaknya untuk memuaskan impian telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." 2 Timotius 4:3-4
Tak sanggup dipungkiri bahwa banyak orang suka sekali mendengarkan hal-hal yang menyenangkan dan menghibur, suka sekali dengan hal-hal yang bersifat kebanggaan dan sanjungan; suka sekali mendengar kata-kata bagus dan lezat untuk didengar tanpa memperhatikan apakah yang didengarnya itu benar atau tidak.
Mereka lebih suka mendengarkan tema-tema khotbah yang hanya memuaskan telinganya. Khotbah wacana berkat, kekayaan, kelimpahan, atau kenyamanan, itulah yang dicari-cari. Sedikit orang yang mau mengarahkan telinganya untuk mendengarkan khotbah-khotbah 'keras' yang berisikan wacana teguran, undangan pertobatan, atau khotbah yang membongkar dosa. Sedikit orang yang mau ditegur, dinasihati dan dikoreksi kesalahannya. Itulah keadaan insan di zaman menyerupai kini ini! Yang dicari bukan lagi kebenaran, namun hal-hal yang memuaskan telinga. Ketika sedang mengalami persoalan yang berat orang lebih suka tiba kepada dukun, orang terpelajar atau peramal untuk meminta nasihat dan solusi untuk persoalan yang dialaminya, daripada tiba kepada hamba Tuhan. Kalau tiba kepada hamba Tuhan niscaya yang didengarnya ialah teguran dan diminta untuk bertobat. Ahab (raja Israel) tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh nabi Mikha lantaran menganggap bahwa nabi ini selalu menyampaikan hal-hal yang jelek dan negatif wacana dirinya: "...aku membenci dia, alasannya ialah tidak pernah ia menubuatkan yang baik wacana aku, melainkan malapetaka." (1 Raja-Raja 22:8b). Ahab tidak suka jikalau dirinya ditegur, dikoreksi, dibongkar dosanya, atau mendengar hal-hal jelek wacana tanggapan dosa. Karena itu ia rela bersusah-susah untuk mengumpulkan 400 nabi yang mau menawarkan nasihat dan nubuatan yang bagus dan sedap untuk didengarnya, padahal itu semua hanya sekedar untuk membuatnya senang.
Berbeda dengan Yosafat (raja Yehuda) yang lebih mengutamakan petunjuk dari Tuhan, sekalipun mungkin apa yang didengarnya ialah sebuah teguran keras.
Ucapan yang meninabobokan menciptakan orang menjadi terlena dan hancur!