Status Boleh Berubah, Hati Tetap Terjaga

Disadur dari , edisi 29 Juli 2017

Baca:  Amsal 30:1-14

"Supaya, jika saya kenyang, saya tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, jika saya miskin, saya mencuri, dan mencemarkan nama Allahku."  Amsal 30:9

Tak sanggup dipungkiri perubahan status sosial atau tingkat ekonomi seseorang seringkali mempengaruhi perilaku hati dan gaya hidupnya.  Ketika orang masih hidup dengan segala kesederhanaan tidak banyak hal yang ia tuntut dalam kehidupannya.  Seberapa pun berkat yang diterima, dari hati tetap keluar ucapan syukur ibarat yang rasul Paulus katakan,  "...aku telah berguru mencukupkan diri dalam segala keadaan."  (Filipi 4:11), dan bahkan sanggup berkata,  "Asal ada masakan dan pakaian, cukuplah."  (1 Timotius 6:8).  Dalam situasi itu kehidupan rohaninya sanggup terjaga dengan baik.  Berdoa dan membaca Bibel dilakukan secara tekun, jam-jam ibadah tak pernah ditinggalkan, dan bahkan tampak ulet melayani pekerjaan Tuhan.

     Seiring dengan berjalannya waktu, ketika doa-doanya beroleh balasan dari Tuhan sehingga hidupnya dipulihkan dan terberkati secara materi, tanpa sadar perubahan pun terjadi.  Gaya hidup dan perilaku hati berubah secara drastis!  Suami semakin disibukkan dengan kegiatan-kegiatan di kantor yang memaksanya untuk pulang selalu terlambat, isteri mulai mencari kesibukan lain untuk mengusir rasa sepi di rumah.  Dampaknya:  anak menjadi kurang perhatian dan memberontak.  Kehidupan rohani pun terkena imbasnya:  dikala teduh  (berdoa dan baca Alkitab)  tidak lagi dianggap penting, pertemuan-pertemuan ibadah sering ditinggalkan, dan karenanya komplotan dengan Tuhan pun menjadi renggang.  Mengapa?  Mereka merasa tidak lagi membutuhkan Tuhan, alasannya yakni apa yang diharapkan telah tersedia sehingga tak perlu lagi bergumul dalam doa dengan deraian air mata.  Ternyata bukan hanya dikala dalam kekurangan orang sanggup meninggalkan Tuhan, tapi dalam keadaan keadaan terberkati ada banyak orang meninggalkan Tuhan alasannya yakni terlena, takabur atau lupa diri.

     Kelimpahan materi dan berkat sanggup menjadi celah bagi Iblis untuk menjerat hidup seseorang, kemudian ia mencondongkan hatinya kepada harta dan tidak lagi tertuju kepada Tuhan.

"Adakah kau sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kau kini mengakhirinya di dalam daging?"  Galatia 3:3