Pertumbuhan Rohani Anak: Tugas Keluarga
Disadur dari , edisi 16 September 2019
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Sebab saya teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iktikad yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang saya yakin hidup juga di dalam dirimu." 2 Timotius 1:5
Timotius yaitu salah satu tokoh muda yang mempunyai kualitas hidup rohani yang mumpuni. Karena kesetiaan dan ketekunannya dalam melayani Tuhan sudah teruji, ia dipercaya Tuhan untuk kiprah pelayanan yang jauh lebih besar: menjadi rekan kerja rasul Paulus. Kualitas hidup rohani Timotius tidak terbentuk secara kebetulan atau terjadi secara instan, tetapi merupakan hasil dari didikan dan benih iktikad yang ditanamkan oleh keluarganya (ayat nas). Di sini terang sekali bahwa orangtua atau keluarga inti mempunyai imbas terbesar bagi pertumbuhkan rohani anak-anaknya.
Selain bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan jasmani anak-anaknya, orangtua harus bisa menjalankan kiprahnya sebagai guru bagi anak-anaknya. Pengajaran dalam keluarga yaitu pengajaran yang pertama dan utama. Yang sering terjadi banyak orangtua hanya memanjakan anak-anaknya dengan materi, tapi mereka justru lupa dan kurang memperhatikan makanan 'rohani' anak-anaknya. Setiap orangtua memperoleh mandat dari Tuhan untuk menjadi pengajar bagi anak-anaknya, atau yang dikenal sebagai mandat shema: "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Tujuan dari pengajaran ini yaitu semoga bawah umur takut akan Tuhan, karen itu orangtua harus mengajarkan firman Tuhan secara berulang-ulang!
Bukan perkara gampang bagi orangtua menanamkan benih iktikad dan mengajar kebenaran kepada anak-anaknya, kalau orangtuanya belum bisa menjadi teladan. Perilaku orangtua dalam keseharian itu jauh lebih bermakna dan gampang diingat oleh si anak daripada pesan yang tersirat atau tegurannya, lantaran seorang anak cenderung menggandakan sikap orangtuanya atau terkondisi untuk melaksanakan hal-hal yang dilihatnya.
Tanpa menawarkan pola hidup, semua yang orangtua ajarkan kepada anak hanya akan dianggap angin kemudian dan menjadi bumerang!
Baca: 2 Timotius 1:3-18
"Sebab saya teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iktikad yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang saya yakin hidup juga di dalam dirimu." 2 Timotius 1:5
Timotius yaitu salah satu tokoh muda yang mempunyai kualitas hidup rohani yang mumpuni. Karena kesetiaan dan ketekunannya dalam melayani Tuhan sudah teruji, ia dipercaya Tuhan untuk kiprah pelayanan yang jauh lebih besar: menjadi rekan kerja rasul Paulus. Kualitas hidup rohani Timotius tidak terbentuk secara kebetulan atau terjadi secara instan, tetapi merupakan hasil dari didikan dan benih iktikad yang ditanamkan oleh keluarganya (ayat nas). Di sini terang sekali bahwa orangtua atau keluarga inti mempunyai imbas terbesar bagi pertumbuhkan rohani anak-anaknya.
Selain bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan jasmani anak-anaknya, orangtua harus bisa menjalankan kiprahnya sebagai guru bagi anak-anaknya. Pengajaran dalam keluarga yaitu pengajaran yang pertama dan utama. Yang sering terjadi banyak orangtua hanya memanjakan anak-anaknya dengan materi, tapi mereka justru lupa dan kurang memperhatikan makanan 'rohani' anak-anaknya. Setiap orangtua memperoleh mandat dari Tuhan untuk menjadi pengajar bagi anak-anaknya, atau yang dikenal sebagai mandat shema: "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Tujuan dari pengajaran ini yaitu semoga bawah umur takut akan Tuhan, karen itu orangtua harus mengajarkan firman Tuhan secara berulang-ulang!
Bukan perkara gampang bagi orangtua menanamkan benih iktikad dan mengajar kebenaran kepada anak-anaknya, kalau orangtuanya belum bisa menjadi teladan. Perilaku orangtua dalam keseharian itu jauh lebih bermakna dan gampang diingat oleh si anak daripada pesan yang tersirat atau tegurannya, lantaran seorang anak cenderung menggandakan sikap orangtuanya atau terkondisi untuk melaksanakan hal-hal yang dilihatnya.
Tanpa menawarkan pola hidup, semua yang orangtua ajarkan kepada anak hanya akan dianggap angin kemudian dan menjadi bumerang!