Jangan Tamak (1)
Disadur dari , edisi 23 Juni 2017
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, alasannya walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Kekayaan ialah sesuatu yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan kekayaan orang sanggup memenuhi keinginannya. Secara manusiawi ini masuk akal dan bukanlah dosa lantaran Injil tidak pernah melarang umat-Nya mempunyai kekayaan yang berlimpah (menjadi kaya). Tuhan Yesus berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Namun harus diperhatikan bagaimana proses memperoleh kekayaan atau menjadi orang kaya, lantaran paradigma orang terhadap kekayaan akan memilih sikapnya terhadap kekayaan itu sendiri. Paradigma yang benar akan membuat suatu kesadaran diri untuk mencurigai ancaman atau ancaman dari kekayaan tersebut. Setidaknya ada tiga ancaman yang patut diwaspadai berkenaan dengan kekayaan: 1. Kekayaan tidak pernah memperlihatkan rasa cukup. "Siapa mengasihi uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mengasihi kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah laba pemiliknya selain dari pada melihatnya?" (Pengkhotbah 5:9-10).
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita semoga senantiasa mempunyai rasa cukup. "Memang ibadah itu jikalau disertai rasa cukup, memberi laba besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak sanggup membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:6-8). Rasa cukup diterjemahkan dari kata Yunani (autarkeias) yang berarti kepuasan batiniah yang membuat seseorang menjadi sejahtera dengan apa yang dimilikinya. Rasul Paulus berkata, "...sebab saya telah berguru mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11). Yesus juga mengajarkan konsep rasa cukup ini dalam Doa Bapa Kami (baca Matius 6:11). Makara sebetulnya rasa cukup itu tidak bergantung pada seberapa banyak kekayaan bahan yang dimiliki, melainkan berasal dari perilaku hati orang terhadap kekayaan yang ada padanya. Ada banyak orang yang mempunyai kekayaan melimpah tapi tak pernah merasa cukup. (Bersambung)
Baca: Lukas 12:13-21
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, alasannya walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Kekayaan ialah sesuatu yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan kekayaan orang sanggup memenuhi keinginannya. Secara manusiawi ini masuk akal dan bukanlah dosa lantaran Injil tidak pernah melarang umat-Nya mempunyai kekayaan yang berlimpah (menjadi kaya). Tuhan Yesus berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Namun harus diperhatikan bagaimana proses memperoleh kekayaan atau menjadi orang kaya, lantaran paradigma orang terhadap kekayaan akan memilih sikapnya terhadap kekayaan itu sendiri. Paradigma yang benar akan membuat suatu kesadaran diri untuk mencurigai ancaman atau ancaman dari kekayaan tersebut. Setidaknya ada tiga ancaman yang patut diwaspadai berkenaan dengan kekayaan: 1. Kekayaan tidak pernah memperlihatkan rasa cukup. "Siapa mengasihi uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mengasihi kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah laba pemiliknya selain dari pada melihatnya?" (Pengkhotbah 5:9-10).
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita semoga senantiasa mempunyai rasa cukup. "Memang ibadah itu jikalau disertai rasa cukup, memberi laba besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak sanggup membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:6-8). Rasa cukup diterjemahkan dari kata Yunani (autarkeias) yang berarti kepuasan batiniah yang membuat seseorang menjadi sejahtera dengan apa yang dimilikinya. Rasul Paulus berkata, "...sebab saya telah berguru mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11). Yesus juga mengajarkan konsep rasa cukup ini dalam Doa Bapa Kami (baca Matius 6:11). Makara sebetulnya rasa cukup itu tidak bergantung pada seberapa banyak kekayaan bahan yang dimiliki, melainkan berasal dari perilaku hati orang terhadap kekayaan yang ada padanya. Ada banyak orang yang mempunyai kekayaan melimpah tapi tak pernah merasa cukup. (Bersambung)