Jangan Aib Mencar Ilmu Kepada Semut (2)
Disadur dari , edisi 3 April 2017
Baca: Amsal 6:6-11
"Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:" Amsal 6:6
Serangga sekecil semut yang lemah itu ternyata mempunyai keuletan dan kemampuan untuk bertahan hidup. Bangsa semut layak untuk dijadikan panutan, lantaran mereka secara naluriah bertindak mengabdi untuk kepentingan koloninya. Seekor semut rela melepaskan hak pribadinya, dan seluruh karya hidupnya didedikasikan untuk kepentingan koloninya, sehingga di mana pun kita akan menyaksikan iring-iringan semut bekerja keras nyaris sepanjang waktu, siang sampai malam tanpa mengenal lelah. Mereka tidak pernah menabur benih, namun lumbung-lumbung mereka senantiasa penuh makanan. Dengan bekerja sama mereka memastikan cadangan masakan telah tersedia pada animo paceklik.
Semut tidak pernah terlihat bermalas-malasan atau tidak melaksanakan apa pun, kecuali kalau ia benar-benar sakit, cedera berat atau sudah sekarat, sehingga di mana pun berada sering terlihat kawanan kecil itu begitu sibuk mencari makanan. Yang lebih mengagumkan lagi, seekor semut bisa mengangkut beban yang berukuran sampai 10X berat tubuhnya sendiri. Mereka akti hilir mudik, bergerak ke sana ke mari, fokus, perhatian utamanya yakni bekerja dan bekerja. Mereka bekerja dengan sangat mementingkan prinsip bertolong-tolongan. Solidaritas dan kerjasama tim yakni paket kunci keberhasilan hidup semut. Selagi ada kesempatan mereka terus bekerja mengumpulkan makanan, alasannya yakni kalau animo hujan datang kegiatan dan ruang gerak mereka menjadi terbatas, tapi mereka tak perlu kuatir, alasannya yakni ada stok makanan.
Jika dalam prinsip kerja semut tidak ada istilah malas, bekerja ala kadarnya dan mementingkan diri sendiri, coba bandingkan dengan kehidupan manusia... Gaya hidup bermalas-malasan, bekerja dengan kualitas rendah, hidup berpusat pada diri sendiri justru sudah membudaya di mana-mana. Sebagai orang percaya tidak selayaknya kita berlaku demikian! Rasul Paulus menasihati, "Apapun juga yang kau perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu ibarat untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23), dan "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" (Galatia 6:2a).
Masakan kita tidak aib kepada semut yang bisa berlaku bijak dan mempunyai etos kerja yang luar biasa!
Baca: Amsal 6:6-11
"Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:" Amsal 6:6
Serangga sekecil semut yang lemah itu ternyata mempunyai keuletan dan kemampuan untuk bertahan hidup. Bangsa semut layak untuk dijadikan panutan, lantaran mereka secara naluriah bertindak mengabdi untuk kepentingan koloninya. Seekor semut rela melepaskan hak pribadinya, dan seluruh karya hidupnya didedikasikan untuk kepentingan koloninya, sehingga di mana pun kita akan menyaksikan iring-iringan semut bekerja keras nyaris sepanjang waktu, siang sampai malam tanpa mengenal lelah. Mereka tidak pernah menabur benih, namun lumbung-lumbung mereka senantiasa penuh makanan. Dengan bekerja sama mereka memastikan cadangan masakan telah tersedia pada animo paceklik.
Semut tidak pernah terlihat bermalas-malasan atau tidak melaksanakan apa pun, kecuali kalau ia benar-benar sakit, cedera berat atau sudah sekarat, sehingga di mana pun berada sering terlihat kawanan kecil itu begitu sibuk mencari makanan. Yang lebih mengagumkan lagi, seekor semut bisa mengangkut beban yang berukuran sampai 10X berat tubuhnya sendiri. Mereka akti hilir mudik, bergerak ke sana ke mari, fokus, perhatian utamanya yakni bekerja dan bekerja. Mereka bekerja dengan sangat mementingkan prinsip bertolong-tolongan. Solidaritas dan kerjasama tim yakni paket kunci keberhasilan hidup semut. Selagi ada kesempatan mereka terus bekerja mengumpulkan makanan, alasannya yakni kalau animo hujan datang kegiatan dan ruang gerak mereka menjadi terbatas, tapi mereka tak perlu kuatir, alasannya yakni ada stok makanan.
Jika dalam prinsip kerja semut tidak ada istilah malas, bekerja ala kadarnya dan mementingkan diri sendiri, coba bandingkan dengan kehidupan manusia... Gaya hidup bermalas-malasan, bekerja dengan kualitas rendah, hidup berpusat pada diri sendiri justru sudah membudaya di mana-mana. Sebagai orang percaya tidak selayaknya kita berlaku demikian! Rasul Paulus menasihati, "Apapun juga yang kau perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu ibarat untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23), dan "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!" (Galatia 6:2a).
Masakan kita tidak aib kepada semut yang bisa berlaku bijak dan mempunyai etos kerja yang luar biasa!