Kunci Bersukacita: Buang Rasa Kuatir

Disadur dari , edisi 23 November 2016 

Baca:  Filipi 4:4-9

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  Filipi 4:4

Tak terbantahkan bahwa hari-hari ini banyak orang mengalami kekuatiran dalam hidup disebabkan keadaan dunia yang serba tidak menentu dan penuh goncangan-goncangan di segala aspek.  Karena dikuasai oleh kekuatiran hilanglah sukacita dalam diri seseorang, mungkin lisan masih bisa tertawa atau tersenyum, tetapi bahwasanya hati bisa saja merana.  Kekuatiran yaitu pencuri sukacita terbesar!

     Rasul Paulus menasihati,  "Janganlah hendaknya kau kuatir wacana apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  (ayat 6).  Sesungguhnya Paulus mempunyai 1001 alasan untuk kuatir dan tidak bersukacita, lantaran pada dikala itu ia sedang berada di dalam penjara dan juga menunggu sanksi hukuman mati yang akan dilaksanakan terhadapnya.  Belum lagi ia mendengar kabar bahwa di gereja Efesus terjadi perpecahan di antara para pemimpin rohaninya.  Kesemuanya itu berpotensi membuatnya tidak bersukacita, tetapi ia justru sanggup berkata,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  (ayat nas).  Apa diam-diam hidup Paulus yang dalam kondisi sangat memprihatinkan tetap bisa bersukacita?  Bersukacita atau tetap kuatir yaitu sebuah keputusan,  "Sebab menyerupai orang yang menciptakan perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."  (Amsal 23:7).  Paulus menciptakan keputusan untuk tidak mau dikuasai oleh kekuatiran lantaran ia tahu bahwa kekuatiran bukan hanya akan mematahkan semangat di dalam diri, tetapi juga akan menguras energi/staminanya.

     Bukankah hati yang tidak bersukacita memicu terciptanya banyak sekali penyakit alias mengganggu kesehatan kita?  Kekuatiran benar-benar hanya akan menarik kita ke arah berlawanan, menjauh dari target yang hendak kita tuju sehingga fokus kita pun terpecah-belah.  Itulah sebabnya Paulus tidak mau dikuasai oleh kekuatiran.  Hal ini bukan menunjuk pada perilaku menolak atau melarikan diri dari perasaan yang sedang dialaminya, tetapi suatu perilaku yang tidak ingin dikuasai atau digerogoti oleh kekuatan yang sedang terjadi.

Berdasarkan pengalaman dan survei:  apa yang kita kuatirkan itu kebanyakan tidak pernah terjadi, rugi sekali kalau kita terus diliputi rasa kuatir!