Tindakan Menyakiti Diri Sendiri
Disadur dari , edisi 8 April 2019
Baca: Kejadian 16:1-16
"Engkau tahu, TUHAN tidak memberi saya melahirkan anak. Karena itu oke hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah saya sanggup memperoleh seorang anak." Kejadian 16:2
Memiliki keturunan (anak) yaitu kerinduan terbesar dari setiap pasangan yang sudah menikah (suami-isteri), tak terkecuali dengan Abram dan Sarai! Mereka juga merindukan kehadiran buah hati di tengah-tengah keluarga. Perihal keturunan ini Tuhan sendiri yang memprakarsai: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu..." (Kejadian 1:28). Ketika Abram berusia 75 tahun Tuhan pernah berjanji akan memberinya keturunan, tapi tahun berganti tahun, kesepakatan itu belum juga digenapi. Tak sabar menunggu waktu Tuhan, Sarai pun menempuh jalan pintas untuk menerima keturunan yaitu bersepakat dengan Hagar, dan hal itu disetujui oleh Abram, yaitu menawarkan Hagar kepada Abram! "...baiklah hampiri hambaku itu;" (ayat nas), dan tak menunggu lama, Hagar mengandung dan melahirkan seorang anak.
Seiring berjalannya waktu Hagar lupa pada perjanjiannya dengan Sarai (majikan), di mana ia mulai merendahkan dan melukai hati Sarai yang dianggapnya tidak bisa menawarkan keturunan kepada Abram. Sarai pun tak berpengaruh menanggung beban dan sakit hatinya, kemudian menceritakan problem tersebut kepada suaminya, tetapi Abram lepas tangan dan menawarkan hak kepada isterinya untuk masalahnya dengan Hagar. Sarai harus menanggung akhir dari tindakannya, lantaran apa yang dirancangkan tidak sesuai dengan harapan, sebaliknya berdampak jelek terhadap dirinya sendiri. Hati Sarai terluka oleh lantaran perilaku Hagar yang tak berhenti menyakitinya.
Tak bisa dipungkiri bahwa menunggu yaitu pekerjaan yang sangat membosankan, apalagi menunggu kesepakatan untuk waktu yang lama, bukan pekerjaan mudah. Menunggu kesepakatan Tuhan butuh kesabaran dan ketekunan! Kita harus benar-benar mempunyai penyerahan penuh kepada Tuhan. Bila dikala ini kita sedang menunggu kesepakatan Tuhan, apa pun itu: pekerjaan, pelayanan, pasangan hidup, keturunan dan sebagainya, tetaplah tekun dan sabar menanti-nantikan Tuhan dan belajarlah untuk selalu taat kepada kehendak Tuhan. Jangan sekali-kali mencari jalan keluar dengan memakai nalar dan kekuatan sendiri.
"Marilah kita teguh berpegang pada ratifikasi wacana pengharapan kita, lantaran Ia, yang menjanjikannya, setia." Ibrani 10:23
Baca: Kejadian 16:1-16
"Engkau tahu, TUHAN tidak memberi saya melahirkan anak. Karena itu oke hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah saya sanggup memperoleh seorang anak." Kejadian 16:2
Memiliki keturunan (anak) yaitu kerinduan terbesar dari setiap pasangan yang sudah menikah (suami-isteri), tak terkecuali dengan Abram dan Sarai! Mereka juga merindukan kehadiran buah hati di tengah-tengah keluarga. Perihal keturunan ini Tuhan sendiri yang memprakarsai: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu..." (Kejadian 1:28). Ketika Abram berusia 75 tahun Tuhan pernah berjanji akan memberinya keturunan, tapi tahun berganti tahun, kesepakatan itu belum juga digenapi. Tak sabar menunggu waktu Tuhan, Sarai pun menempuh jalan pintas untuk menerima keturunan yaitu bersepakat dengan Hagar, dan hal itu disetujui oleh Abram, yaitu menawarkan Hagar kepada Abram! "...baiklah hampiri hambaku itu;" (ayat nas), dan tak menunggu lama, Hagar mengandung dan melahirkan seorang anak.
Seiring berjalannya waktu Hagar lupa pada perjanjiannya dengan Sarai (majikan), di mana ia mulai merendahkan dan melukai hati Sarai yang dianggapnya tidak bisa menawarkan keturunan kepada Abram. Sarai pun tak berpengaruh menanggung beban dan sakit hatinya, kemudian menceritakan problem tersebut kepada suaminya, tetapi Abram lepas tangan dan menawarkan hak kepada isterinya untuk masalahnya dengan Hagar. Sarai harus menanggung akhir dari tindakannya, lantaran apa yang dirancangkan tidak sesuai dengan harapan, sebaliknya berdampak jelek terhadap dirinya sendiri. Hati Sarai terluka oleh lantaran perilaku Hagar yang tak berhenti menyakitinya.
Tak bisa dipungkiri bahwa menunggu yaitu pekerjaan yang sangat membosankan, apalagi menunggu kesepakatan untuk waktu yang lama, bukan pekerjaan mudah. Menunggu kesepakatan Tuhan butuh kesabaran dan ketekunan! Kita harus benar-benar mempunyai penyerahan penuh kepada Tuhan. Bila dikala ini kita sedang menunggu kesepakatan Tuhan, apa pun itu: pekerjaan, pelayanan, pasangan hidup, keturunan dan sebagainya, tetaplah tekun dan sabar menanti-nantikan Tuhan dan belajarlah untuk selalu taat kepada kehendak Tuhan. Jangan sekali-kali mencari jalan keluar dengan memakai nalar dan kekuatan sendiri.
"Marilah kita teguh berpegang pada ratifikasi wacana pengharapan kita, lantaran Ia, yang menjanjikannya, setia." Ibrani 10:23