Dampak Sebuah Kepemimpinan (1)
Disadur dari , edisi 15 Maret 2016
Baca: 2 Raja-Raja 24:18-20; 2 Raja-Raja 25:1-21
"Ia melaksanakan apa yang jahat di mata TUHAN sempurna ibarat yang dilakukan Yoyakim." 2 Raja-Raja 24-19
Berbicara wacana kepemimpinan berarti berbicara pula wacana pengaruh, sebagaiman disampaikan John C. Maxwell: "Kepemimpinan ialah pengaruh." Seorang neurologist kenamaan Amerika, Dr. Philip Pulaski juga berpendapat: "Orang yang kuat ialah ia yang membawa dampak dalam kehidupan orang lain"
Menurut sifatnya, dampak kepemimpinan terbagi dua: konkret dan negatif. Seorang pemimpin yang menjalankan kiprah kepemimpinan dengan perilaku dan huruf yang konkret niscaya akan menularkan efek yang konkret bagi bawahan atau pengikutnya. Sebaliknya seorang pemimpin yang berkarakter negatif pengaruhnya pun akan bersifat negatif. Pemimpin yang bijak niscaya akan menyadari bahwa kiprah memimpin ialah sebuah tanggung jawab adab dan kepercayaan yang tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Karena itu kiprah kepemimpinan harus dikerjakan dengan perilaku hati yang benar, bukan untuk disalahgunakan ibarat yang dilakukan oleh kebanyakan pemimpin di zaman kini ini, di mana "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25).
Seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya dengan perilaku hati yang benar akan bisa mengimpartasikan kehidupan, lantaran segala sesuatu itu bersumber dari hati (baca Matius 15:19). Karena itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, lantaran dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kepemimpinan yang berhasil ialah kepemimpinan yang meninggalkan sebuah pola hidup. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Jadilah pola bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Kerajaan Yehuda yang dikala itu dipimpin oleh Zedekia sedang mengalami krisis keteladanan, lantaran selaku pemimpin, Zedekia tidak memperlihatkan pola hidup yang baik; sebaliknya "Ia melaksanakan apa yang jahat di mata TUHAN..." (2 Raja-Raja 24:19).
Jadilah pemimpin yang mengimpartasikan hal-hal yang bisa menjadi panutan, bukan menjadi watu sandungan!
Baca: 2 Raja-Raja 24:18-20; 2 Raja-Raja 25:1-21
"Ia melaksanakan apa yang jahat di mata TUHAN sempurna ibarat yang dilakukan Yoyakim." 2 Raja-Raja 24-19
Berbicara wacana kepemimpinan berarti berbicara pula wacana pengaruh, sebagaiman disampaikan John C. Maxwell: "Kepemimpinan ialah pengaruh." Seorang neurologist kenamaan Amerika, Dr. Philip Pulaski juga berpendapat: "Orang yang kuat ialah ia yang membawa dampak dalam kehidupan orang lain"
Menurut sifatnya, dampak kepemimpinan terbagi dua: konkret dan negatif. Seorang pemimpin yang menjalankan kiprah kepemimpinan dengan perilaku dan huruf yang konkret niscaya akan menularkan efek yang konkret bagi bawahan atau pengikutnya. Sebaliknya seorang pemimpin yang berkarakter negatif pengaruhnya pun akan bersifat negatif. Pemimpin yang bijak niscaya akan menyadari bahwa kiprah memimpin ialah sebuah tanggung jawab adab dan kepercayaan yang tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Karena itu kiprah kepemimpinan harus dikerjakan dengan perilaku hati yang benar, bukan untuk disalahgunakan ibarat yang dilakukan oleh kebanyakan pemimpin di zaman kini ini, di mana "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25).
Seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya dengan perilaku hati yang benar akan bisa mengimpartasikan kehidupan, lantaran segala sesuatu itu bersumber dari hati (baca Matius 15:19). Karena itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, lantaran dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kepemimpinan yang berhasil ialah kepemimpinan yang meninggalkan sebuah pola hidup. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Jadilah pola bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Kerajaan Yehuda yang dikala itu dipimpin oleh Zedekia sedang mengalami krisis keteladanan, lantaran selaku pemimpin, Zedekia tidak memperlihatkan pola hidup yang baik; sebaliknya "Ia melaksanakan apa yang jahat di mata TUHAN..." (2 Raja-Raja 24:19).
Jadilah pemimpin yang mengimpartasikan hal-hal yang bisa menjadi panutan, bukan menjadi watu sandungan!