Pergumulan Yang Berat (1)

Disadur dari , edisi 23 Maret 2016 

Baca:  Matius 26:36-46

"Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: 'Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa.'"  Matius 26:36b

Mendengar kata taman Getsemani kita teringat dongeng Yesus yang berdoa dengan mengajak beberapa murid menjelang Ia akan ditangkap dan disalibkan.  Di taman ini Tuhan Yesus menghabiskan malam terakhirnya sebelum Yudas Iskariot, murid yang mengkhianati-Nya, tiba beserta segerombolan orang yang membawa pedang dan pentungan untuk menangkap diri-Nya.

     Getsemani sebetulnya ialah alat memeras buah zaitun.  Selaras dengan arti namanya, yaitu alat memeras atau pengirik, getsemani seringkali dijadikan sebagai lambang pencobaan yang sangat menekan, duduk kasus hidup yang berat.  Ketika menghadapi duduk kasus atau pencobaan yang menekan biasanya orang-orang Israel pergi ke taman itu untuk berdoa.  Lokasi taman ini sempurna berada di kaki bukit Zaitun.  Karena berada di daerah perbukitan, selain aneka macam pohon zaitun yang tumbuh subur dan udaranya yang sejuk, suasana di taman Getsemani sangat tenang, sehingga cocok sekali bagi orang untuk berdoa di sana.  Bukankah kita memerlukan ketenangan biar sanggup berdoa?  "...jadilah tenang, supaya kau sanggup berdoa."  (1 Petrus 4:7b).  Selain itu taman tersebut dipenuhi pohon zaitun yang getahnya mengeluarkan aroma bacin yang khas, sehingga dikala angin berhembus maka keharuman akan memenuhi tempat tersebut.  Itulah sebabnya sebagian besar orang menyakralkan taman getsemani ini, apalagi di tempat ini Tuhan Yesus menghabiskan malam terakhir-Nya menjelang hari-hari penyaliban.

     Pelajaran apa yang didapat melalui dongeng taman Getsemani ini?  Ketika menghadapi pergumulan hidup yang berat, dalam keadaannya sebagai manusia, Yesus tidak menutup-nutupi kegundahan hatinya.  Ia dengan jujur mengakui kelemahan jasmani-Nya kala menanggung pergumulan yang berat.  "Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, kemudian kata-Nya kepada mereka: 'Hati-Ku sangat sedih, menyerupai mau mati rasanya.'"  (Matius 26:37-38).  Meski secara jasmani Yesus tampak lemah namun Ia berpengaruh secara rohani.  Kita seringkali bersikap sebaliknya, dikala menghadapi pergumulan berat dengan segala kepura-puraan kita menutupi kenyataan yang ada, kita tidak mau disebut lemah, kita merasa gengsi mengakuinya.  (Bersambung)