Penajaman Yang Mendewasakan

Disadur dari , edisi 14 Maret 2016 

Baca:  Amsal 27:1-27

"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Amsal 27:17

Ketika mengalami masalah, penderitaan, tekanan, himpitan dan banyak sekali tabrakan yang terjadi umumnya kita meresponsnya secara negatif:  menyalahkan keadaan, orang lain, bahkan berani menyalahkan Tuhan.  Padahal adakalanya Tuhan menggunakan situasi dan orang-orang di sekitar kita sebagai sarana memroses, membentuk dan mendewasakan kita.

     Injil menggambarkan proses ini menyerupai besi menajamkan besi.  Ketika besi menajamkan besi niscaya akan menimbulkan sebuah tabrakan yang melukai dan menimbulkan api.  Api berbicara wacana emosi, kemarahan, sakit hati, kepahitan, kejengkelan, kebencian dan banyak sekali luka yang menyakitkan.  Melalui kejadian atau kekerabatan dengan orang-orang di sekitar bersama-sama Tuhan sedang menggarap kita alasannya Dia yaitu Sang Penjunan, yang tahu persis cara membentuk hidup seseorang.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi baskom lain berdasarkan apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Tujuan Tuhan menajamkan kita yaitu semoga kita semakin matang, semakin sempurna, semakin berkenan dan semakin serupa dengan Kristus.  Karena itu kita patut bersyukur untuk setiap duduk kasus atau kejadian yang terjadi dalam hidup ini, termasuk kehadiran orang-orang di sekitar kita.  Jangan pernah menyalahkan keadaan atau mengambinghitamkan orang lain ketika harus melewati proses ini.  Yusuf tidak pernah menyalahkan saudara-saudaranya meski mereka telah menyakiti dan menciptakan hidupnya menderita, bahkan sanggup berkata,  "Memang kau telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melaksanakan menyerupai yang terjadi kini ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar."  (Kejadian 50:20).

     Seringkali kita berpikiran bahwa dengan membaca Injil atau mendengarkan khotbah saja secara otomatis sanggup menciptakan kita cukup umur rohani, kemudian kita mengeksklusifkan diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain untuk menghindari tabrakan dengan sesama.  Itu salah!  Karakter kita justru terbentuk ketika kita membangun kekerabatan dengan orang lain, ketika itulah kita mengalami penajaman.

Proses penajaman sanggup terjadi di mana pun, kapan pun dan melalui siapa pun!