Sisi Lain Orang Kaya (2)
Disadur dari , edisi 3 April 2016
Baca: Matius 19:16-26
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Matius 19:23
Rasul Paulus menunjukkan perintah kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya, "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu ibarat kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya menunjukkan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah biar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:17-18).
Mengapa orang kaya perlu diperingatkan? Karena mereka gampang sekali lupa diri dengan segala bahan yang dimiliki. Benar apa kata firman Tuhan: "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Rasa cukup yang bersumber dari banyaknya uang atau harta menyebabkan mereka lebih berharap dan mengandalkan pada apa yang dimiliki daripada berharap dan mengandalkan Tuhan, sehingga mereka cenderung bermegah dengan kekayaan yang dimiliki. Mereka berpikir bahwa tanpa Tuhan sekali pun mereka sanggup hidup, kesudahannya rasa membutuhkan Tuhan usang kelamaan akan hilang. Tuhan bukan lagi menjadi prioritas utama dalam hidup. Dengan kata lain orang kaya akan lebih gampang mengabaikan dan melupakan Tuhan lantaran mereka mempunyai sesuatu yang sanggup diandalkan. Padahal harta kekayaan itu sifatnya hanya semu dan gampang sekali lenyap. "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Mereka mengira bahwa kalau mempunyai uang dalam jumlah banyak dan kekayaan yang berlimpah, kepuasan akan diraih. Akhirnya mereka akan semakin keras berusaha untuk mendapat lebih banyak lagi, bahkan mereka rela melaksanakan apa saja. Orang ibarat ini rakus dan tamak.
Salomo, salah seorang terkaya yang pernah hidup di muka bumi ini, menyatakan: "Siapa menyayangi uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa menyayangi kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Tuhan tidak pernah menilai seseorang menurut apa yang diraih atau apa yang dipunyai, tetapi menurut siapa diri kita sebenarnya.
"Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." Amsal 11:4
Baca: Matius 19:16-26
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Matius 19:23
Rasul Paulus menunjukkan perintah kepada Timotius untuk memperingatkan orang kaya, "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu ibarat kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya menunjukkan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah biar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:17-18).
Mengapa orang kaya perlu diperingatkan? Karena mereka gampang sekali lupa diri dengan segala bahan yang dimiliki. Benar apa kata firman Tuhan: "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Rasa cukup yang bersumber dari banyaknya uang atau harta menyebabkan mereka lebih berharap dan mengandalkan pada apa yang dimiliki daripada berharap dan mengandalkan Tuhan, sehingga mereka cenderung bermegah dengan kekayaan yang dimiliki. Mereka berpikir bahwa tanpa Tuhan sekali pun mereka sanggup hidup, kesudahannya rasa membutuhkan Tuhan usang kelamaan akan hilang. Tuhan bukan lagi menjadi prioritas utama dalam hidup. Dengan kata lain orang kaya akan lebih gampang mengabaikan dan melupakan Tuhan lantaran mereka mempunyai sesuatu yang sanggup diandalkan. Padahal harta kekayaan itu sifatnya hanya semu dan gampang sekali lenyap. "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Mereka mengira bahwa kalau mempunyai uang dalam jumlah banyak dan kekayaan yang berlimpah, kepuasan akan diraih. Akhirnya mereka akan semakin keras berusaha untuk mendapat lebih banyak lagi, bahkan mereka rela melaksanakan apa saja. Orang ibarat ini rakus dan tamak.
Salomo, salah seorang terkaya yang pernah hidup di muka bumi ini, menyatakan: "Siapa menyayangi uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa menyayangi kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Tuhan tidak pernah menilai seseorang menurut apa yang diraih atau apa yang dipunyai, tetapi menurut siapa diri kita sebenarnya.
"Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." Amsal 11:4