Menciptakan Cita Rasa
Disadur dari , edisi 11 April 2016
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu ialah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13
Pameo "ibarat sayur tanpa garam" seakan-akan menggambarkan pentingnya penggunaan garam dalam setiap masakan. Dengan dibumbui garam, masakan akan terasa nikmat dan tidak hambar. Garam benar-benar membuat cita rasa pada makanan. Garam, yang mempunyai nama senyawa kimia natrium chlorida (NaCl), merupakan bab dari sodium yang sangat diharapkan oleh tubuh. Sodium membantu badan menjaga konsentrasi cairan di dalam badan dan juga membantu sel-sel badan membentuk nutrisi.
Untuk sanggup memberi cita rasa, garam haruslah berkualitas. Jika garam menjadi tawar tidak ada lagi gunanya selain akan dibuang dan diinjak-injak orang. Garam akan berfungsi dengan benar apabila dicampurkan atau dituang pada masakan. Apalah artinya mempunyai garam di dapur apabila garam tersebut tetap kita simpan di dalam plastik atau botol. Tidak ada gunanya! Begitu pula, kita akan menjadi 'garam' bagi dunia ini apabila kita mau membaur dan membangun korelasi dengan orang lain. Memiliki korelasi yang dekat, menjadi sahabat dan sahabat bagi orang lain ialah awal sebuah pengaruh. Pengaruh yang dimaksudkan ialah imbas positif, menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain. Namun sering dijumpai ada banyak orang Katolik yang enggan bergaul, mengekslusifkan diri, menjaga jarak dan tidak mau bekerjasama dengan orang-orang di luar Tuhan, hanya mau bergaul dengan sahabat seiman saja, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi garam bagi dunia.
Membangun korelasi dengan orang lain, termasuk dengan orang-orang dunia, ialah hal yang sangat penting. Yesus pun berteman dengan semua orang, melayani jiwa-jiwa tanpa memandang bulu: nelayan, pemungut cukai, bahkan pelacur sekali pun. Ketika ahli-ahli Taurat dan orng-orang Farisi menjauhi dan memusuhi orang-orang berdosa Yesus justru sangat bersahabat dengan mereka, sehingga orang-orang seringkali menyebut-Nya sebagai "...sahabat pemungut cukai dan orang berdosa." (Lukas 7:34) meski Ia sendiri tidak berbuat dosa. Kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia menghadirkan 'cita rasa' berbeda alasannya ialah Ia bisa menjadi berkat kapan pun dan di mana pun berada.
Sudahkah kita menjadi 'garam' bagi orang-orang di sekitar kita?
Baca: Matius 5:13-16
"Kamu ialah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." Matius 5:13
Pameo "ibarat sayur tanpa garam" seakan-akan menggambarkan pentingnya penggunaan garam dalam setiap masakan. Dengan dibumbui garam, masakan akan terasa nikmat dan tidak hambar. Garam benar-benar membuat cita rasa pada makanan. Garam, yang mempunyai nama senyawa kimia natrium chlorida (NaCl), merupakan bab dari sodium yang sangat diharapkan oleh tubuh. Sodium membantu badan menjaga konsentrasi cairan di dalam badan dan juga membantu sel-sel badan membentuk nutrisi.
Untuk sanggup memberi cita rasa, garam haruslah berkualitas. Jika garam menjadi tawar tidak ada lagi gunanya selain akan dibuang dan diinjak-injak orang. Garam akan berfungsi dengan benar apabila dicampurkan atau dituang pada masakan. Apalah artinya mempunyai garam di dapur apabila garam tersebut tetap kita simpan di dalam plastik atau botol. Tidak ada gunanya! Begitu pula, kita akan menjadi 'garam' bagi dunia ini apabila kita mau membaur dan membangun korelasi dengan orang lain. Memiliki korelasi yang dekat, menjadi sahabat dan sahabat bagi orang lain ialah awal sebuah pengaruh. Pengaruh yang dimaksudkan ialah imbas positif, menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain. Namun sering dijumpai ada banyak orang Katolik yang enggan bergaul, mengekslusifkan diri, menjaga jarak dan tidak mau bekerjasama dengan orang-orang di luar Tuhan, hanya mau bergaul dengan sahabat seiman saja, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi garam bagi dunia.
Membangun korelasi dengan orang lain, termasuk dengan orang-orang dunia, ialah hal yang sangat penting. Yesus pun berteman dengan semua orang, melayani jiwa-jiwa tanpa memandang bulu: nelayan, pemungut cukai, bahkan pelacur sekali pun. Ketika ahli-ahli Taurat dan orng-orang Farisi menjauhi dan memusuhi orang-orang berdosa Yesus justru sangat bersahabat dengan mereka, sehingga orang-orang seringkali menyebut-Nya sebagai "...sahabat pemungut cukai dan orang berdosa." (Lukas 7:34) meski Ia sendiri tidak berbuat dosa. Kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia menghadirkan 'cita rasa' berbeda alasannya ialah Ia bisa menjadi berkat kapan pun dan di mana pun berada.
Sudahkah kita menjadi 'garam' bagi orang-orang di sekitar kita?